Dituding Bertanggungjawab Kerusakan Hutan, Ini Kata Kapolsek Monta dan Parado
foto arsip : Giat Polsek Monta dan Parado untuk kehutanan |
Bima, jerat.co.id – Kerusakan hutan wilayah Monta
dan Parado akibat pembalakan secara masiv oleh masyarakat setempat menuai
berbagai spekulasi opini.
Berbagai opini muncul dipermukaan justru saat
kondisi hutan yang menjadi sumber pengidupan 60 porsen warga Bima ini telah
masuk taraf akut.
Para pemerhati lingkungan ramai membahas, salah
satunya yang kini viral di media sosial adalah status akun facebook Rusdi Icwi yang
menuding Kapolsek Monta dan Parado sebagai pihak yang paling bertanggungjawab
atas kerusakan hutan di dua wilayah hukum terebut.
Jenderal LSM ICWi ini dengan tegas memberikan
tempo 2x7 hari kepada Kapolda NTB untuk menarik personil yang sama-sama berpangkat
IPTU itu dari posisinya sebagai kapolsek.
Hal itu dinilai berdasarkan dugaan pembiaran
terhadap kasus pembabatan hutan, ilegalloging serta perladangan liar di wilayah
tersebut.
Kendati mencari kambing hitam saat ini bukanlah
waktu yang tepat, sebab kondisi hutan sudah sangat memprihatinkan dan
membutuhkan solusi cerdas untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dari
dampaknya.
Menanggapi ini, Kapolsek Monta IPTU Edy Prayitno
dan kapolsek Parado IPTU Takim ditemui bersamaan di ruang kapolsek Monta selasa
(13/11) mengaku pasrah dengan tuntutan masyarakat, “Semua sudah diatur yang
maha kuasa, kita pasrahkan pada kehendakNya,” ucap mereka.
“Masyarakat adalah pengawas langsung, jadi siapa
saja berhak menilai kinerja aparat negara, namun jika dalam konteks ini
kepolisian diposisikan sebagai penyebab atas kerusakan hutan karena dugaan
pembiaran, kami rasa keliru sebab hutan adalah tanggungjawab bersama dan untuk
itu setiap tindakan yang menyangkut pidana kehutanan di kawasan Monta maupun
Parado tidak pernah luput dari penanganan kami di tingkat Polsek,” ujar mereka.
Tidak terhitung berapa kasus tindak pidana
kehutanan yang telah ditangani, di Monta misalnya, sejak Edy dipercaya sebagai kapolsek
september 2014 berbagai penangkapan kayu dan pelaku dilakukan, bahkan tidak
sedikit yang sampai ke meja hijau. “Bahkan kami kerap dibenturkan dengan
konflik klaim lahan antar warga, yang semuanya berpotensi konflik antar desa,
dan itu mampu diatasi, karena sudah menjadi tugas kami untuk menciptakan
suasana tetap kondusif,” terang Edy.
Halnya Polsek Parado sejak januari 2016 Takim
duduk sebagai Kapolsek sejumlah kasus serupa telah ditangani seperti penyitaan
mesin pemotong kayu dan pelaku, “Bahkan baru-baru ini kami menghentikan paksa
pekerjaan pembukaan jalan menuju hutan tutupan negara di Kanca yang bersumber
dari dana aspirasi dewan propinsi,” ujar Takim.
Berbagai giat tetap menjadi agenda rutin seperti
rapat koordinasi dengan muspika untuk penanganan hutan, patroli gabungan
bersama TNI, KPH dan Pol PP guna menjaga terjadinya tindakan pengrusakan hutan.
Elemen pemerintah dalam stakeholder memiliki tupoksi atas pengamanan hutan dan itu telah
diatur baik dari segi keputusan Bupati, Gubernur dan Presiden maupun peraturan
pemerintah dan undang-undang.
Sebagai bagian dari stakeholder, Kepolisian memiliki tempat khusus pada konteks tindak
pidana, demikian juga berbagai elemen lain memiliki tupoksi, kewenangan dan
tanggungjawab sesuai kapasitas.
Hal itu dikatakan Saifullah, SH salah satu tokoh
muda kecamatan Monta, Berdasarkan itu, banyak hal yang membatasi ruang gerak
masing-masing stakeholder seperti
pengalihan penanganan hutan dari daerah ke pemerintah propinsi yang memberi
kesan ‘kabur’ untuk penindakan di tingkat daerah karena garis koordinasi yang
juga masih samar, dan adanya penerbitan SPPT merupakan salah satu alat
melegalkan peredaran kayu ilegal.
Dan yang paling menyolok dalam membatasi
jangkauan pidana atas kerusakan hutan ini adalah perubahan undang undang nomor
41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan undang undang nomor 18 tahun 2013 tentang
pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Sebagai contoh, pada undang undang 41 alih fungsi
hutan dengan melakukan perladangan dapat langsung ditahan sementara UU 18 terdapat
celah untuk kelompok masyarakat berkedok konservasi lahan atau sejenisnya dan
ini tidak dapat dilakukan penindakan.
Ketua Panwaslu kecamatan Monta ini juga
menjabarkan, Program Kementan RI dengan PB NU pusat untuk produksi jagung
berskala nasional, di sejumlah propinsi diantaranya NTB bersama Lampung,
Bengkulu, Kalimantan Timur, Jawa Barat dan Jawa timur.
Ini juga berpotensi menggiring pemerintah daerah
dan masyarakat yang tergiur dengan keuntungan namun tidak memperhatikan
ketersediaan lahan, “Akibat kekurangan lahan seperti amanat program yang
mengarahkan pada lahan kering dan tidak produktif, memaksa masyarakat melirik
hutan untuk dijadikan lahan jagung, mirisnya pemerintah justru terkesan tutup
mata dengan fenomena ini,” tegasnya.
Kesimpulan saya, beberapa hal itu seharusnya
menjadi pijakan kita untuk menggiring sebuah opini, lebih-lebih ini menyangkut
personal seperti kapolsek Monta dan Parado yang dimata kami telah banyak
berbuat untuk stabilitas wilayah ini, tegas Saiful.
[jr.1]
Post a Comment