Header Ads

Dari Buruh Pelabuhan Menjadi Calon Wakil Gubernur Kaltim



Tokoh Inspirasi Syafruddin, S.Pd

“Merantau Dari Bima, tiba di Banjarmasin, dengan modal 25 ribu rupiah, bertahan hidup menjadi buruh pelabuhan hingga kuli bangunan dengan pendapatan 7 ribu perhari, tapi tetap optimis untuk terus berjuang meraih cita-cita menjadi Tentara ‘Tegar Melawan Badai’.”

Putra Asli Bima Ketua Umum PKB Kaltim, penulis Buku "Tegar Melawan Badai"
Bima, Jerat Online - Untuk Wilayah Bima khususnya, belum banyak yang mengenal sosok Syafruddin, politisi muda kelahiran desa Sakuru kecamatan Monta yang terlahir dari keluarga miskin 15 oktober 1979.

Tidak ada yang menduga jika Tuhan telah menghendaki garis nasib seseorang, dengan perjuangan yang gigih dan melalui banyak badai kehidupan sosok pria yang akrab disapa Afan ini dapat dikatakan telah berada pada puncak prestasi hidup. Sebagai ketua fraksi PKB pada Dewan perwakilan daerah propinsi Kalimantan Timur. Dan direstui untuk menjadi calon wakil Gubernur Kaltim pada pilkada 2018 mendatang.

Tentunya posisi itu diraih dengan penuh perjuangan ditengah beragam rintangan dan dinamika kehidupan. Bagaimana napak tilas perjuangannya, berikut wawancara ekslusif kami di kediaman orang tuanya di desa Sakuru sabtu (15/10).

Tidak ada prestasi saat dia sekolah baik itu dari SD, SMP hingga SLTA. Bahkan tamatan SMA PGRI Belo 1997 ini sebelumnya nyaris tidak menyelesaikan study SLTA nya lantaran tidak fokus bersekolah, “Untuk SLTA ini saya beberapa kali pindah sekolah, mendaftar di MAN 1 Kota Bima, setahun kemudian Pindah ke SMK Monta yang dulu gedungnya di desa Sakuru, tidak lama di situ lalu terakhir pindah ke SMA PGRI Belo, lulus tahun 1997,” terangnya mengawali.

20 juli 1997 saya hanya berpamitan pada orang tua bertekad untuk merantau dengan satu tujuan yakni menjadi Tentara. Karena tekad untuk merantau, bahkan uang saya sisa 25 ribu setiba di Banjarmasi, itu pun numpang dan makan di kapal. Bahkan 15 ribu dipinta oleh ABK sebagai pengganti makan.

Di Banjarmasin saya mengawali perjalanan hidup untuk mandiri dengan menjadi buruh pelabuhan, kebetulan saat itu ada orang Bima dari desa Keli Hamid yang memperkerjakan saya dengan upah 7 ribu rupiah perhari. Melakoni ini tidak jarang saya harus memikul karung dengan berat 75 Kg naik tangga hingga ke lantai dua. Berat tapi karena tekad untuk mengumpulkan modal agar bisa ikut tes Tentara saya harus bekerja keras. “Selain upah saya juga dapat tips hingga 500 perak setiap kali angkut barang orang,” katanya.

Selama 3 bulan bekerja sebagai buruh di Pasar Lima Banjarmasin itu, saya berhasil mengumpulkan uang sebanyak 275 ribu rupiah dan pamit dari rumah saudara tempat saya menumpang menuju rumah kakak saya yang di Samarinda yang saat itu ongkos Bus 25 rb. Dengan harapan minta dukungan modal untuk tes. Meskipun kakak saya PNS namun karena kebutuhan dan harus bayar Bank, dia tidak dapat membantu.

Lagi-lagi saya memang harus bekerja keras untuk mengejar cita-cita tersebut, sehingga saya coba lakoni lagi pekerjaan apa saja, akhirnya saya ikut menjadi kuli bangunan dengan upah 8 rb/hari dijamin makan.

“Profesi itu saya lalui sekitar 6 bulan, hasilnya habis untuk biaya hidup dan saat itu pula kali pertama saya membeli baju dan celana. Saat itu juga saya simpulkan kalau untuk menjadi Tentara rasanya sudah tidak mungkin,” kisahnya.

Merantau adalah pilihan untuk merubah hidup dan menjadi sukses, dari kota samarinda Afan hijrah ke kecamatan Muara Badak, tidak ada yang berubah di situ Afan kembali harus menjadi kuli penggali empang dengan sistim borongan, yang didapat juga jauh lebih besar dari penghasilannya sebagai kuli bangunan yakni 25 rb perhari. “Yang berkesan bagi saya ketika malam, saya harus lalui dalam suasana sunyi di empang hanya ditemani radio. Saat itu saya kembali merenung sejarah saya merantau hingga pada titik itu. Saat itu saya sadar bahwa saya bukan lagi anak bandel, saya telah membentuk diri sebagai pekerja keras,” ungkapnya.

Masih di Muara Badak, setelah beberapa bulan sebagai kuli dan berhasil mengumpulkan uang, Affan mulai masuk menjadi karyawan tetap pada sebuah perusahaan. “Setahun saya bekerja di perusahaan itu,” ungkapnya.

Tahun 1999 ia tertarik untuk kuliah dan masuk pada FKIF Unmul, saat kuliah itu Afan menepa diri menjadi mahasiswa yang menonjol, dengan keterbatasan keuangan Afan harus betah di perpustakaan sehingga tidak harus mengeluarkan uang untuk beli buku, literature dan lainnya.

Dengan ketekunannya itu Afan dipercaya untuk memimpin organisasi Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) pendidikan, “Dipandang berhasil menghidupkan HMJ saya disarankan untuk masuk ke PMII, dari situ mulai dikenal sehingga pada tahun 2002 saya mendapat undangan menghadiri pertemuan BEM Indonesia, itulah pertama kali saya naik pesawat dan pertama kali ke Jakarta,” kenangnya.

Aktif di organisasi mahasiswa tahun 2003 menghantarkan Afan kejenjang yang lebih tinggi yakni menjadi ketua umum PC PMII Samarinda, mulai masuk pada lingkaran politisi, nama Syafruddin, S.Pd atau Syafruddin Afan mulai dikenal oleh Bupati, anggota DPRD dan para pimpinan partai di Kalimantan Timur.

Setahun berikutnya 2004 diajak bergabung oleh ketua umum PKB Kaltim untuk menjadi ketua Garda Bangsa PKB Samarinda dan wakil sekretaris PKB Samarinda. “Awal tahun 2005 saya resmi menyandang status sebagai politisi, dan pada tahun itu pula saya tutup masa lajang saya dengan menikahi teman kuliah Damayanti, S.Pd dan kini kami dikaruniai 3 orang anak,” ungkap Afan.

Ditengah konflik PKB fersi Gusdur vs PKB fersi Muhaimin tahun 2008 Syafruddin Afan dinobatkan sebagai sekretaris karteker PKB Kaltim untuk persiapan Muktamar Ancol ia berperan untuk meremajakan kembali kepengurusan PKB dari tingkat desa hingga propinsi. 

Ditengah sengketa Gusdur Vs Muhaimin, Afan juga tidak luput dari imbas, bahkan sempat mendapat serangan fisik yang mengancam keselamatan jiwa dan keluarga, “Rumah saya dilempar, mobil juga dihancurkan bahkan anak istri ikut trauma, namun itu tidak berlangsung lama," terang Afan

Pemilu 2009 dengan usia yang masih sangat muda Afan harus memimpin partai dengan segala keterbatasan, “Ketimbang tidak ikut pemilu, dengan terpaksa saya ajukan siapa saja untuk menjadi calon bahkan pengamen sekalipun dan hasilnya pada pemilu 2009 PKB propinsi Kaltim tidak dapat kursi,” paparnya tersipu.

“Menjalankan partai tanpa kursi sangatlah berat, dan itu saya jawab dengan menulis sebuah buku dengan judul ‘Tegar Melawan Badai’ yang mewakili seluruh perjalan hidup saya terutama saat menghadapi kondisi partai yang saya pimpin saat itu.” Urainya.

Dengan keuletan dan mental juang yang telah terbentuk ditengah terjangan badai kehidupan, semua dilalui dengan optimis sehingga semuanya membuahkan hasil, “Jerih payah membangun kekuatan partai nol kursi itu tidak sia-sia, pada pemilu 2014 PKB Kaltim berhasil meraih 5 kursi, jika diceritakan mungkin tidak cukup waktu untuk menjabarkan bagaiama saya merekrut caleg, sampai menarik simpatisan,” kata pria berpenampilan sederhana ini.

Dari keberhasilannya menghidupkan kembali partai PKB, politisi muda ini mulai diakui baik dilingkup PKB maupun rival politiknya, sehingga dengan satu presepsi yang coba dibangun pada musyawarah kerja baru-baru ini, mantan ketua pemuda PKB ini dimandatkan untuk maju menjadi calon Wakil Gubernur Kaltim. 

“Memimpin PKB sejak 2008 sampai sekarang, menjadi ketua fraksi di DPRD Propinsi, mandat itu merupaka keputusan internal yang mengharuskan saya, dan selaku kader partai maka saya wajib menerimanya. Namun bagaimana dinamikanya akan kita lihat, Pilgub ini akan digelar 2018 masih ada waktu untuk mengukur kekuatan lawan dan tetap bercermin diri,” ungkapnya.

“Menjadi juru bicara Poros yang tergabung dari 4 partai yakni PPP, Nasdem, PKB dan Demokrat dalam rangka menghadapi Pilgub. Tentunya telah memiliki kekuatan untuk mengutus siapapun yang dianggap mampu nantinya,” tutupnya.    

[Leo]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.