Header Ads

Dana BOS SMA 1 Monta Disinyalir Bermasalah



Arsip laporan dan buku kas periode Juli-desember 2016  menjadi dokumen yang diamankan Jerat

Bima, Jerat Online  Berawal dari keluhan para guru dan pegawai yang menuntut haknya yang ditunggak selama 3 bulan, sedikit tabir yang menyelimuti pengelolaan dana BOS di SMAN 1 Monta mulai terkuak. Bahkan disinyalir sejumlah dana BOS ini bermasalah.

Data yang berhasil dihimpun Jerat ditemukan dugaan penyimpangan yang dilakukan kepala sekolah Nurul Mubin, S.S.,M.Pd dengan modus memanipulasi laporan. Hal ini diketahui berawal dari pengunduran diri bendahara Umar zakaria dengan pengakuan salah satu guru dan dibenarkan Wahidin, S.Pd bahwa masih ada kas di rekening sekolah sebesar 50 jt. Sisa kas ini bersumber dari dana BOS triwulan pertama tahun 2016 sebesar 179 jt yang setelah dibelanjakan bahkan untuk dua triwulan sekaligus.

Menyusul bendahara pengganti Wahidin, S.Pd yang saat memegang jabatan sebagai bendahara pengganti 23 Mei 2016. Di sinilah kecurigaan itu muncul setelah dikonfirmasi di kediamannya desa Sakuru pada kamis (25/5) malam, Wahidin mengaku setiap pencairan anggaran tidak semua uang dipegang bendahara, “Rata-rata kisaran 50 juta untuk setiap penarikan, paling kecil 30 jt itupun satu kali. Jika penarikan 50 jt maka uang yang saya pegang paling banter 30 sampai 35 juta saja, sisanya dipegang kepala sekolah dengan alasan untuk digunakan keperluan sekolah,” terangnya.

Artinya dalam satu triwulan yang fariasi angka porsentase pencairan mencapai 160 juta akan terjadi penarikan hingga tiga kali dalam satu pertiode triwulan yang artinya dana sebesar itu dipegang oleh kepala sekolah diperkirakan 60 sampai 70 juta, “ia kira-kira sebanyak itulah,’ mengaku Wahidin setelah diperjelas pertanyaanya.

Berangkat dari pengakuan bendahara, data yang berhasil dihimpun Jerat semakin mendekati kemungkinan terjadinya mark up anggaran untuk siswa yang menjadi program unggulan pemerintah tersebut, modus operandi yang dilakukan adalah dengan memalsukan tanda tangan dan laporan SPJ fiktif. Ambil contoh pada proses pelaporan penggunaan anggaran pada triwulan tiga dan empat (juli/desember) tahun 2016. Tampak dalam laporan tersebut dibuat fiktif.

Modusnya tidak sulit ditemukan, laporan janggal banyak yang dimunculkan pada perawatan ringan dan belanja yang bersifat habis pakai. Seperti pengecatan gedung yang setiap bulan memakan anggaran hingga 3,2 juta atau sekitar 10 juta dalam satu triwulan, perawatan taman 1 juta sebulan, perbaikan dan perawatan listrik dan air kisaran 1,5 jt satu bulan, demikian pada pos perbaikan ringan  tertera pada beberapa item belanja seperti perbaikan dan pembuatan pintu dan daun jendela serta papan tulis dengan kisaran 12 jutaan satu triwulan, pembelian alat kesehatan dan kebersihan dengan anggaran bulanan berkisar 1 jt hingga 4 jt.

Bahkan yang tidak kalah mencengangkan dilaporkan untuk biaya perbaikan dan perawatan alat komputer mencapai 3,5 jt sebulan atau sejak bulan agustus s/d november 2016 menelan biaya sebesar 17,5 jt yang pada kondisi real di sekolah ini hanya memiliki satu unit komputer dan laptop.

Masih banyak kejanggalan lain yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan, seperti pembelian kipas angin senilai 400 ribu per unit yang jika dihitung selama satu semester terdapat 9 unit kipas angin yang sama di sekolah ini, seharusnya kondisi pintu dan jendela telah rampung diperbaiki, nyatanya..?

Lebih jauh untuk mendekatkan indikasi tersebut Jerat juga telah melakukan konfirmasi pada sejumlah sumber, diantaranya Jaitun salah satu tenaga honor di sekolah tersebut yang menandatangani kuitansi laporan pengecatan mengaku menandatangani kuitansi pembayaran bon pada toko bangunan UD Wijaya, “Catatan bon itu jelas dan angkanya tidak seberapa, tapi yang saya tidak habis pikir ternyata dilaporkan pengecatan itu diupah 150 rb perhari untuk 4 orang pekerja selama tiga hari dalam satu bulan, padahal pengecatan itu tidak dilakukan setiap bulan tanpa upah karena gotong royong dengan bekal nasi bungkus dan uang rokok, demikian juga dengan bon di toko seingat saya hanya dua kali dan nilainya tidak seberapa,” ungkapnya rabu (31/5).

Esok harinya, konfirmasi langsung pada pemilik toko bangunan UD Wijaya desa Tangga merasa heran dengan jenis tulisan dan angka yang tertera dalam nota belanja yang dilaporkan, “Biasanya kami mengeluarkan Bon harus ditulis terlebih dahulu, kemudian setiap nota bon stempelnya harus diparaf, Ini jelas bukan tulisan saya atau isteri, demikian juga stempel bisa saja ditiru tapi di nota ini tidak ada parafnya, untuk jelasnya kita nanti padukan dengan catatan di buku istri saya,” ungkap Sigit yang ditemui Jerat.

Keterangan lain yang juga diperoleh dari Alfurqan salan satu staf TU di sekolah tersebut mengatakan dalam laporan itu ada namanya namun tanda tangan jelas dipalsukan, “Jelas ini bukan tanda tangan saya, dan uangnya tidak pernah saya terima, jika ditilik pada beberapa nama yang dilaporkan ini juga bukan hanya saya yang dipalsukan tanda tangannya, seperti atas nama ini saya kenal tandatangannya,” terang furqan sambil menunjuk beberapa nama yang dipalsukan dalam SPJ.

Ketua komite SMAN 1 Monta pun mengaku hal yang sama, “Dalam kepanitiaan BOS nama dan tanda tangan saya ada tapi saya tidak pernah terima uangnya,” kata Mustakim.
Sementara Nurul Mubin, S.S.M.Pd yang dimintai waktunya melalui selulernya sejak kamis (25/5) untuk dikonfirmasi tidak memberikan respon.

Dari rangkaian itu muncul pertanyaan besar dari warga sekolah kenapa justru laporan SPJ fiktif ini bisa lolos dalam pemeriksaan Inspektorat, atau mungkinkan terjadi konspirasi yang terstruktur dalam setiap pengajuan laporan penggunaan dana BOS SMAN 1 Monta.

[Leo]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.