Header Ads

Opini : Pergantian Kabinet Kerja Adalah Produk Kompromi Elite Politik

Oleh : Arsyad Hasan

Arsyad Putra Tente
Bila diikuti secara mandalam pergantian atau reshuffle kabinet kerja jilid II. kali ini reshuffle sangat meyakinkan, bahwa ada perubahan strategi politik yang dibangun oleh Jokowi-Jk dibandingkan tahun-tahun pertama mereka berkuasa.

Saat dilantik Jokowi dalam manifestonya berhasrat dan menghendaki kabinet yang ramping, karena secara pilitik pemerintahnya hanya didukung oleh empat partai di parlemen, artinya jokowi adalah presiden minoritas dan tidak memilki jaringan politik yang kuat, posisinya di dalam PDIP sendiri Jokowi adalah kader biasa, tidak memilki kendali partai dan hanya mengandalkan koalisi minoritas di parlemen serta dukungan rakyat, projo. 

Di sini Jokowi menyadari menjadi presiden minoritas tidaklah mudah, hal itu ditandai banyak isu kontroversial seperti penunjukan Kapolri yang membuat gaduh dalam kabinet dan parlemen, dalam situasi delematis ini jokowi banyak mengambil pelajaran begitu pentingnya dukungan partai mayoritas diparlemen. 

Reshuffel kabinet kali ini menunjukan, dan menjadi pertanda kembalinya politik kompromi atau balas budi, terhembus, sejak bergabungnya partai PAN, PPP, menyusul GOLKAR dalam koalisi pemerintah, politk kompromi itu berlanjut pada desaing koalisi mayoritas di Parlemen hasilnya 69 % bergabung. 

Disisi lain Jokowi dengan dukungan mayoritas parlemen optimis akan lebih leluasa dalam menjalankan,mewujudkan agenda-agendanya, tentunya agenda yang sesuai dengan harapan masyarakat.
Dalam sistim presidensial antara eksekutif dan parlemen memilki kekuatan sama,(trias political) pembagian kekuasaan, artinya konsolidasi politik menjadi penting dalam membangun stabilitas jalanya pemeritahan.

Dalam posisi inilah Jokowi menerapkan politik akomodasi dan mengikat partai Pan-Golkar dalam rombongon kabinet. Disisi lain juga Jokowi sangat menyadari bahwa pemerintahnya tidak punya banyak waktu lagi, artinya perombakan kabinet hal yang urgen bagi Presiden dan Presiden butuh dukungan politik dan kabinet yang mampu menjalankan visi & misinya, titik tekanya pada bidang ekonomi, kemiskinan dll.

Momentum reshuffel, adalah momentum yang tepat menurut Jokowi, mengingat tingkat kepercayaan publik pada pameritahnya 67% data hasil survei lembaga Syaiful Mujani" hasilnya Reshuffel berlangsung mulus tanpa kegaduhan artinya Jokowi semakin memahami bagaimana melakukan komunikasi politik tanpa menimbulkan kegaduhan.

Dengan keberhasilanya ini, Jokowi harusnya bergerak cepat melakukan konsolidasi politik dengan elite partai termasuk kelompok kepentingan, membahas dan merumuskan apa saja langkah prioritas yang diambil, untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Dalam kondisi politik yang ramah ini Jokowi tak perlu menambah anggota koalisi. Biar-lah Gerindra sebagai oposisi, Demokrat sebagai penyeimbang dan PKS merebut Ketua MKD dan kursi wakil ketua Dpr.

Penulis Adalah Salah Satu Putra Terbaik Tente
Pgs Paramadina

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.