Tuntut Transparansi, Ruang Guru SMPN 2 Monta Disegel
Salah satu ruangan yang di segel |
Bima,
JERAT Online - Merasa tidak puas dengan kepala sekolah, sejumlah guru dan
pegawai SMPN 2 Monta sabtu (24/9) menyegel ruang guru dan tata usaha sebagai
bentuk protes atas kepemimpinan Syamsurizal, M.Si.
Aksi
ini dilakukan karena para guru dan pegawai tersebut menilai selama kepemimpinan
Syamsurizal tidak memberi kemajuan baik itu pada fisik sekolah maupun
pengelolaan keuangan sekolah.
Demikian
yang dituturkan Herman salah satu staf tata usaha. Menurutnya aksi penyegelan
itu dilakukan karena sejumlah aspek kecurigaan warga sekolah terhadap pengajuan
data siswa, pengelolaan dana BOS yang tidak transparan serta sejumlah program
pembangunan yang diterima sekolah selama dua tahun terakhir.
“Dana
APBN tahun 2015 dan 2016 terindikasi mark up, demikian pula dengan penggunaan
dana BOS yang terkesan hanya untuk kepentingan pribadi. Parahnya terjadi
pemotongan honor guru dan pegawai,” ungkap Herman.
Pria
muda yang akrab disapa Herry ini juga mengecam sikap acuh kepala sekolah melihat
kondisi siswa yang belajar tanpa meja dan kursi, “Setidaknya ada 4 kelas yang
tidak memiliki meja dan bangku, siswa belajar di lantai dan ini telah
berlangsung sejak pak Syam menjadi kepala sekolah. Anehnya, kepala sekolah
hanya mengandalkan loby pada pemerintah tanpa mau menyiasati dengan keuangan
yang ada,” ketusnya via selulernya sabtu (24/9).
“Penyegelan
ruangan ini adalah bentuk protes kami atas tindakan kepala sekolah, dan ini
akan tetap berlangsung hingga ada solusi dan keterangan yang jelas dari kepala
sekolah,” katanya.
Sementara
di tempat terpisah, kepala sekolah yang ditemui mengatakan, semua yang
dituduhkan itu tidak benar dan hanya alasan yang dibuat-buat, “Pasalnya
penyegelan ini berawal karena mereka tidak puas ketika pihak sekolah menolak
membayar honor 3 orang guru dan pegawai yang hampir tiga bulan tidak masuk
tanpa izin,” katanya.
“Penolakan
itu juga sangat mendasar yakni melalui rapat, malah, kami telah cukup bijak
masih menerima mereka menjadi warga di sekolah ini karena jika merujuk pada
keputusan rapat maka mereka harus dinonaktifkan karena mangkir lebih dari dua
bulan,” ketus Syamsurizal.
Di
temui di desa Tangga, Syam bersama satu orang guru berikut bendahara BOS juga
membantah pihaknya telah melakukan pemotongan dan sejenisnya, “Pemotongan itu
memang ada tapi juga melalui rapat yang memutuskan untuk memotong honor guru
dan pegawai masing-masing 1 bulan karena sekolah memiliki hutang warisan yang
harus dilunasi,” terangnya.
“Tetapi
bendahara justru hanya memotong 100 ribu saja dengan pertimbangan agar guru dan
pegawai tidak terbebani ikut melunasi hutang sekolah,” paparnya.
Demikian
pula dengan mebelair, menurutnya dalam BOS tidak dianggarkan untuk pengadaan bangku
dan meja, “Sehingga upaya kami hanya meminta dukungan pemerintah daerah untuk
memenuhi kekurangan tersebut. Sebab keuangan sekolah juga sangat minim
dikarenakan tanggungan pajak serta pembayaran seragam siswa yang sebelumnya harus
menjadi tanggungan siswa itu sendiri,” terangnya.
Terkait
penyegelan itu Syamsurizal justru menilai hal itu adalah upaya pengalihan kasus
awal, “Yang menyegel itu hanya satu orang guru dan satu staf TU, guru dan
pegawai lain justru tidak ada yang membenarkan tindakan tersebut. Dan ini
sengaja dilakukan untuk menutupi ulah oknum tersebut yang mengancam saya dengan
pisau,” ketusnya.
“Kasus
pengancaman dan penyegelan itu telah saya laporkan kepada pihak yang berwenang,”
tegas Syam.
[Leo]
Post a Comment