Header Ads

Mengupayakan Bima RAMAH Dengan Kegaduhan


Muhammad Isnaini
Pemuda adalah salah satu dari 5 pilar yang di butuhkan untuk membangun bangsa selain dari Pemimpin yang adil, Ulama, Wanita Sholehah dan Umat yang baik. Rasulullah SAW.

Demokrasi memberi ruang penuh kepada rakyat untuk melakukan kontrol terhadap Negara. Kontrol yang dimaksud bukan berarti meniadakan asas-asas dan norma-norma bernegara, rakyat memiliki kebebasan mutlak, tidak demikian. Rakyat selain memiliki hak, juga memiliki kewajiban yang harus di penuhi sebagaimana sudah begitu eksplisit di atur dalam Sistem Hukum dan Sistem Ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Rakyat harus pula tunduk atas sistem yang dimaksud.

Sebagai negara demokrasi, Indonesia tentunya mempunyai komitmen yang kuat dalam menjamin hak rakyat. Komitmen tersebut dituangkan dan tertulis sebagai regulasi. Maka tak heran kita selalu menyebutnya dalam sistem ketatanegaraan dengan sebutan "Demokrasi berdasarkan Hukum". Demokrasi Indonesia adalah Demokrasi Pancasilais.

Reformasi merubah sistem ketatanegaraan kita, dari sentralisasi menjadi dekonsentrasi dan desentralisasi. Pemerintah daerah diberi hak untuk mengelola daerahnya dalam rangka memajukan dan Menjamin kesejahteraan rakyat daerah. Konsekuensinya, jika sebelum reformasi Pemerintah Pusat menunjuk langsung Pejabat daerah, maka setelah reformasi, rakyat daerah memilih sendiri pejabat daerah (Gubernur dan wakil, Bupati dan wakil maupun walikota dan wakil).

Bima sebagai suatu entitas daerah kabupaten dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, telah menjalankan amanat Reformasi. Proses demokrasi di Kabupaten Bima tahun 2015 lalu telah melahirkan Bupati Perempuan pertama di NTB. Menariknya (sesuai pengakuan masyarakat), Bupati terpilih memiliki Visi membangun Bima sesuai dengan kedirian yang melekat dalam dirinya, yaitu RAMAH. 

RAMAH di jadikan Visi, karena memang kondisi Bima beberapa tahun belakangan sangat jauh dari kata RAMAH. Bima menjadi konsumsi Nasional karena ketidakramahannya, katakanlah konflik terjadi hampir setiap saat. Baik konflik komunal, konflik horizontal maupun konflik vertikal. Bimapun menyumbang persoalan yang menjadi isu dan musuh nasional maupun internasional, yaitu teroris. Masih begitu banyak deretan-deretan persoalan lainnya yang relevan untuk dikaitkan dengan ketidakramahan Bima.

Begitu Calon Bupati dengan Visi RAMAH terpilih dan dilantik menjadi Bupati Bima, ekspektasi publik  (rakyat Bima) sangatlah besar. Euforia kemenangan terhenti dalam waktu singkat, disebabkan atensi publik yang menuntut Bima RAMAH untuk segera terwujud. Bupati dipaksa maraton. Maka tak heran sejak hari di Lantik, segala tindak tanduk, perilaku maupun kebijakan Bupati tak luput dari pantauan publik yang disertai dengan kritikan-kritikan, baik yang bersifat membangun, sekedar mengkritik sekalipun dengan kata-kata yang pedas dan keras. Itu resiko demokrasi, janji akan ditagih publik. Resiko demokrasi semakin besar di era digitalisasi. Era digital, era yang meniadakan batasan-batasan ruang dan waktu. Digitalisasi menjadi sesuatu yang sakral sebagai media propoganda demokrasi.

Bicara digitalisasi maka bicara interkoneksi. Interkoneksi inilah yang memungkinkan segala sesuatu begitu mudah di akses. Terlebih dalam soal komunikasi, semua begitu cepat dan mudah. Alur komunikasi menembus ruang, menembus waktu. Dinding dan benteng menjadi semu, abstrak tanpa batas kecuali dibatasi oleh benteng digital itu sendiri. Jika dulu sumber informasi terakses melalui media televisi, media radio dan media cetak, maka sekarang tidak lagi menjadi keharusan. Dengan sambil tidur, sambil makan, sambil apapun termasuk (maaf) dalam toilet sekalipun, dunia digital memberi akses. Digitalisasi juga dikenal dengan kata lain, yaitu internet. Bicara internet maka tentu pikiran kita langsung terkoneksi untuk berbicara media sosial. Media sosial itulah yang penulis katakan interkoneksi, yang menghubungkan entitas yang satu dengan entitas lainnya.

Media sosial mewarnai demokrasi, memfasilitasi rakyat untuk melakukan kontrol terhadap Negara dan daerah (pemerintah pusat dan daerah). Terjadi evolusi dalam menciptakan perubahan, tidak lagi harus secara konvensional karena media sosial telah mampu memfasilitasi. Itu bukti nyata. Maka tak heran, media sosial juga menimbulkan paranoid. Propaganda, agitasi bukan sesuatu hal yang mustahil dapat di lakukan melalui media sosial. 

Bima RAMAH Dengan Kegaduhan.

Sebagaimana penulis katakan di awal, sejak pelantikan Bupati Bima, kritikan-kritikan sudah mulai di lancarkan. Tidak ada kebijakan Bupati yang tak luput dari kritikan, media sosial menjadi wadahnya, khususnya Facebook dan itu terjadi setiap hari bahkan setiap jam. Tidak saja oleh mereka Rakyat Bima yang berdomisili di Bima, melainkan mereka Rakyat Bima Rantau pun melakukannya. Tidak saja oleh akun-akun resmi, akun-akun palsupun (Para Pengecut) berlomba-lomba mewarnai melancarkan kritikan. Itu sah-sah saja, selama dalam konteks membangun daerah dan sesuai koridor sistem hukum yang berlaku.

Bima yang tadinya di harapkan RAMAH, menjadi tidak RAMAH. Rakyat yang menuntut janji Visi RAMAH Bupati, melahirkan ketidakramahan alias melahirkan kegaduhan. Bima menjadi sangat gaduh (itu yang terlihat di media sosial) dalam penilaian. Mereka yang memang ingin membangun Bima maupun mereka yang sangat membenci Bupati terpilih pun tidak lagi dapat dibedakan. Semua menyatu atas nama kepentingan Rakyat. Ada yang mengkritik memang tujuan sesungguhnya kepentingan rakyat, adapula yang mengkritik (atas nama rakyat) demi kepentingan pribadi dan kelompok. Semua menjadi Puber, termasuk mereka para aktivis pun menjadi sangat-sangat puber dan genit. Rakyat selalu menjadi komoditas eksploitasi. Entitas paling vital sebagai alat, ya pasti rakyat. Bukankah Demokrasi adalah dari Rakyat Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat.? Maka jangan heran Rakyat menjadi barang dagangan.! Untuk menguji ketulusan para kritikus, ada baiknya pula menjadikan teorinya Thomas Hobbes "Homo Homoni Lupus (Manusia adalah serigala bagi yang lainnya)" atau bahasa hukumnya "Bellum Omnes Kontra Omnium (kelompok manusia menindas kelompok manusia yang lain) sebagai timbangan dan takaran.

Dengan melihat keadaan demikian, berkembang asumsi-asumsi dan analisa-analisa dugaan kebanyakan orang termasuk penulis sendiri, tentang kritikan-kritikan yang terjadi. Benarkah ini demi rakyat.? Benarkah demi kemajuan Bima.? Benarkah demi Bima RAMAH.? Atau ini semua demi agenda lain, agenda terselubung atas kebencian terhadap diri Bupati dengan kata lain bahwa keberterimaan terhadap Kemenangan Bupati dengan Visi RAMAH belum dapat di terima sepenuhnya atau bahasa kerennya Move On. Maka kritikan secara intensif tentang apapun (asal ada sedikit ruang) harus terus dilakukan demi terciptanya kegaduhan secara terus menerus, sehingga RAMAH menjadi Utopis lalu tergantikan oleh KEGADUHAN NYATA. Tuntutannya RAMAH, tindakannya KEGADUHAN. Asumsi dugaan itu muncul, tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh selama ini bahwa kritikan dari para kritikus belum nampak fokus dan tuntas. Katakanlah sebagai contoh, tentang HGU Sanggar Agro yang di lewati dan di lupakan begitu saja tanpa ending yang jelas, tidak tuntas. Seolah, semacam musiman dalam bahasa para sejarawan manusia yaitu nomaden "pindah-pindah".
Makna kritikan dari para kritikus, tentu hanyalah para kritikus yang paham. Orang lain hanyalah pada batas menduga. Menduga tentu tidak salah sebagaimana mengkritik juga di benarkan oleh demokrasi. Yang mutlak salah adalah Menuduh tanpa bukti. Tugas yang menjadi kewajiban para Kritikus adalah membuktikan apa yang menjadi asumsi-asumsi dan analisa-analisa dugaan kebanyakan orang adalah salah.

Semoga Upaya menciptakan dan melahirkan Bima RAMAH tidak lagi dilakukan dengan cara-cara KEGADUHAN. Tentu, Penulis tidak mengatakan mari berhenti mengkritik lalu biarkan Bupati Bekerja. Tidak.! Tidak demikian.!  Sebab penulis juga suka mengkritik Bupati, demi Bima RAMAH.!
Penguasa perlu ingat, tidak boleh anti kritik.! Rakyat juga penting mengetahui, bahwa kritikan juga baik dalam menciptakan Bima RAMAH.! Tidak boleh dan sangat terlarang, rakyat mengkritik mengupayakan RAMAH dengan KEGADUHAN.!

Wallahuallam..!!! Hanya ALLAH SWT pemilik kebenaran.!!

Penulis : Muhammad Isnaini AR
Kader HMI dan Pengurus DPD KNPI NTB

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.