Header Ads

Pengadaan Bibit Bawang Senilai 46 M, Resmi Dilaporkan ke KPK


Penulis :Zulchijjah (Pengurus SATGAS Bima Jakarta)

Langkah yang ditempuh oleh Masyarakat Bima Jakarta dengan melaporkan dugaan skandal pengadaan bibit bawang 46 Milyar kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan langkah terukur dan bertanggung jawab yang mesti diapresiasi, betapapun pada sebagian lain khususnya para pihak yang terlapor sangat tidak mengenakan. 

Kita tau laporan dugaan korupsi di KPK setidaknya memuat dengan jelas & terang tentang Identitas Pelapor, Peristiwa tindak pidana korupsi yang terjadi, wilayah kejadian, modus operandi praktek dugaan kejahatan skandal korupsi serta menghitung secara teliti potensi dugaan kerugian Negara. 

Saya beranggapan & meyakini, hal tersebut telah dipenuhi oleh pelapor sebagai syarat formal suatu pelaporan di KPK yang tentu saja berbeda dengan pelaporan di instansi penegak hukum lain. Sisi lain yang paling elementer setiap pelaporan dugaan tindak pidana korupsi di KPK yakni kewajiban institusional oleh KPK untuk menyembunyikan identitas pelapor, hal ini dimaksudkan untuk melindungi identitas pelapor dari potensi ancaman. Yang dilapor adalah pemegang otoritas, pemilik power seperti lazimnya praktek korupsi dijalankan oleh pemilik power secara tidak patut. 

Saya tidak ingin menyoal aspek formal-yuridis soal pelaporan dugaan skandal korupsi bibit bawang 46 Milyar, namun saya mencoba membaca kecenderungan pelapor serta dampaknya bagi kehidupan publik. Bahwa, melaporkan dugaan tindak pidana korupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi adalah hak setiap warga negara, baik perorangan maupun kelompok.
Hal tersebut dimungkinkan dalam Undang-Undang KPK tentang peran serta masyarakat. 

Aspek non hukum atas pelaporan dugaan tindak pidana korupsi di KPK memberi dampak positif yakni mendorong kehati-hatian penyelenggara Negara di satu sisi dalam menggunakan dan memanfaatkan dana publik bagi kemakmuran publik, di sisi lain menegasikan tingkat kedewasaan publik non state yang tidak hendak main mata atau mengambil aksi profiteking dengan pihak penyelenggara negara yang diduga terjerambab dalam skandal korupsi, seperti dalam dugaan kasus pengadaan bibit bawang senilai 46 Milyar di Kabupaten Bima.

Mencermati kisruh yang berkembang dalam pusaran pengadaan bibit bawang 46 Milyar di Kabupaten Bima bahwa, langkah tegas melaporkan para pihak penyelenggara Negara yang di duga terlibat adalah permulaan langkah serius yang bakal membentuk sekian lapisan langkah lanjutan ke depan, dan sudah barang tentu akan menyita perhatian dan energi publik.

Meski pelaksanaan proyek tersebut sudah dijalankan dengan sederet dugaan skandal yang mengitarinya, nampaknya pelaporan masyarakat tersebut bisa menjadi senjata yang mengunci potensi permainan ketika tiba pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI. 

Saya berharap dan semoga pihak pelapor menyisahkan orang-orang yang diduga terlibat agar kelak bisa menjadi Wibster Blower sehingga memudahkan KPK menemukan pelaku TSK dan atas nama untuk kepentingan penyidikan, Penyidik KPK bisa memerintahkan pemblokiran rekening para pelaku kepada pihak perbankan dan meminta PPAT untuk menelusuri aliran dana para pihak sepanjang pelaporan dugaan skandal korupsi tersebut telah memastikan TSK serta peran para pihak.

Kejahatan korupsi masuk dalam wilayah kejahatan terorganisir (ekstra ordenary crime) sehingga pola pelanggaran harus dengan cara yang luar biasa. Peran Pelapor tidak hanya berhenti saat menyerahkan laporan, namun memungkinkan menyuplai data tambahan untuk memperkuat insting penyidik bahwa memang telah terjadi tindak pidana korupsi.

Nampaknya akan semakin menarik ketika Penyidik tidak saja fokus pada kasus korupsi namun berpotensi meluas pada aspek pencucian uang (money laundering). Bahaya korupsi menohok dan melaratkan publik sementara pelaku terlihat jumawa tanpa mengenal rasa malu. Atas dasar itu, mengapresiasi ikhtiar warga negara yang berjuang membongkar skandal korupsi adalah langkah mulia yang patut dipuji.*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.