Header Ads

Reformasi Birokrasi Dalam Institusi Pelayanan Publik Di Bidang Pertanahan Nasional


M. Rojik Fadilah

Suatu negara bisa dibilang sejahtera apabila rakyatnya dapat hidup dengan sejahtera. Negara kesatuan republik indonesia (NKRI) merupakan welfare state dimana pemerintah aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat sehingga kesejahteraan bagi semua rakyat terjamin. Untuk menciptakan kesejahteraan tersebut, negara perlu melayani rakyatnya. Pelayanan itulah yang dimaksud dengan pelayanan publik (public service).
Namun banyak bidang yang harus dilayani pemerintah, maka dibentuklah badan-badan yang secara spesifik mengurusi bidang tersebut, misalnya Badan Pertanahan Nasional yang melayani di bidang agraria/pertanahan. Baru-baru ini nama Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai mencuat kembali, bukan karena prestasinya namun dikarenakan tertangkapnya oknum-oknum yang melakukan pungutan liar. Para oknum sengaja memperlama dan mempersulit bagi pemohon sertifikat dengan harapan pemohon tersebut memberikan uang agar permohonannya cepat di urus. Sehingga diperlukan adanya reformasi dalam institusi pelayanan publik seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Sebagai contoh terdapat dua pegawai negeri sipil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, di tangkap tim saber pungli karena melakukan pungutan liar ke masyarakat dalam pengurusan penertiban sertifikat tanah. Tertangkapanya kedua pegawai tersebut didasari informasi dari masyarakat terkait sulitnya mendapatkan sertifikat tanah. Berikut disita barang bukti berupa uang tunai Rp. 9.000.000 juta yang diduga merupakan hasil pungutan liar (pungli), tujuh bundel warkah tanah, tiga telepon seluler, serta tiga sertifikat tanah hak milik dan hak guna bangunan. Para pelaku pungli ini meminta uang untuk penerbitan sertifikat berkisar 200-500 ribu. Dengan dalih, mereka tidak dapat menerbitkan surat tanah yang diajukan masyarakat. Kekedua tersangka dijerat pasal 5, pasal 11, dan/atau 12 huruf (b) atau 12 huruf (e) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Berdasarkan pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, “Pendaftaran tanah diselenggaran oleh badan pertanahan nasional” dalam peyelengaraan pendaftaran tanah sebagaimana di maksud dalam pasal 5 tugas pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh kepala kantor pertanahan yang di bantu oleh PPAT dan pejabat yang lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut peraturan pemerintah ini dan paraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Banyaknya meja yang perlu dihadapi masyarakat secara otomatis menimbilkan banyaknya celah bagi PNS untuk melakukan mal administrasi yang menyebabkan sulitnya masyarakat mendapatkan pelayanan publik yang baik. Praktek Pungli dalam pelayanan Badan Pertanahan Nasional, bisa di bilang masih merupakan akses dari adanya patologi birokrasi yang telah mengakar di dalam institusi pelayanan publik di indonesia. Perluasan dari Welfare State yang ditandai dengan dibentuknya berbagai institusi pelayanan publik ditambah semakin gemuknya institusi-institusi trsebut, bertambah besarnya kewenangan atau kekuasaan para birokrat dan dibentuknya berbagai regulasi-regulasi yang semakin mempersulit proses pelayanan publik yang bisa dikatakan menjadi salah satu penyebab dari situasi yang sedang dihadapi di indonesia sekarang ini. Persepsi yang telah lama melekat dalam diri birokrat pada umumnya sebagai penguasa dan bukan sebagai pelayan publik menjadi bendungan terhadap usaha reformasi pelayanan publik. Bukan pemerintahan dari birokrat, oleh birokrat dan untuk birokrat yang diharapkan oleh masyarakat. Pengawasan yang kurang optimal, baik secara internal maupun eksternal, tidak mampu membasmi praktek-praktek mal administrasi yang merajalela dikalangan Aparatur Sipil Negara.
Reformasi birokrasi telah menjadi tuntutan sebagai reaksi dari kondisi pelayanan publik di Indonesia. Menanggapi tuntutan tersebut, pemerintah telah berusaha melakukan hal tersebut dengan diundangkannya UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Saber Pungli serta dibentuknya Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Proses reformasi birokrasi tentu tidak dapat dilakukan secara revolusioner, melainkan secara bertahap. Dapat kita lihat perbaikan-perbaikan pelayanan publik seperti Sistem Pelayanan Satu Pintu dalam pembuatan KTP. Sistem Pelayanan Satu Pintu bertujuan agar semua pelayanan perizinan dan nonperizinan dapat dilaksanakan pada satu tempat dan berakhir di tempat yang sama sehingga efektif dan efisien baik dari sisi prosedur, waktu, maupun biaya. Beberapa hal yang menjadi kelebihannya adalah kepastian dan kejelasan. Pengurusan izin menjadi lebih sederhana, tidak berbelit-belit, dan tidak dioper sana-sini. Lamanya waktu pembuatan dan besarnya biaya juga disebutkan dengan jelas.
Dengan ini kami meminta langkah selanjutnya agar kejadian-kejadian seperti pungutan liar (pungli) dalam penerbitan sertifikat tanah dapat berjalan dengan baik dan sesuai prosedur. Adapun yang harus dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut :
Strategi Preemtif (Pembinaan)
Membangun budaya atau anti pungli baik masyarakat, aparatur, maupun pengusaha Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat dalam gerakan nasional pemberantasan pungli, bebas dari pungli.
Strategi Prevenif (Pencegahan)
Melakukan pemetaan rawan pungli di setiap kota atau pemda Mengoptimalkan fungsi satuan pengawas internal baik pengawasan melekat, pengawasan fungsional, pengawasan intern dengan jadwal dan prioritas yang terarah Pengawasan fungsional oleh BPK dan BPKP dengan para inspektur lebih terkoordinasi dan tersinkronasi Mengoptimalkan sistem pelayanan publik yang prima berbasis teknologi dan informasi
Strategi Represif (Penegakan Hukum) Menindak tegas terhadap oknum aparat penyelenggara negara atau pegawai negeri masyakarat terlibat dalam pungutan liar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.